Selasa, September 11, 2007

Surabayaku..

Beberapa hari yg lalu, aku bersama rekan-rekan mengunjungi beberapa bangunan kuno yg ada dikotaku tercinta, Surabaya.

Sebelum Hari H, saya sempat membeli buku Soerabaia Tempo Doeloe karya Dhukut Imam.
Disana tertera sejarah kota ini, bangunan2 yg ada maupun yg pernah ada, mata uang yg dipakai, dll. Lengkap deh (cuma belum semua kubaca).
Yang aku baca hanya bab yg mengenai tempat2 yg akan dikunjungi (sebagai referensi) dan sekaligus sebagai pegangan, in case, ada peserta lain yg tanya.

Kesan yg paling membekas adalah: hati ini rasanya miris melihat bangunan2 kuno yg kurang terawat. Lebih miris lagi, ada banyak bangunan yg sangat bersejarah tapi sudah hilang.
Misalnya bangunan yg ada di Jln Pahlawan. Dulunya ada tapi sekarang sdh tdk ada lagi karena digantikan oleh Tugu Pahlawan. Kemudian hotel Sarkies, sudah berubah menjadi hotel Sheraton dll.

Saat melihat beberapa bangunan yg masih berdiri dan terawat, saya sangat menghargai pemiliknya dan niatnya untuk tidak mengubah bangunan tersebut maupun merobohkannya dan menjadikannya Mal seperti yg akan dilakukan pada bekas RS Mardi santoso yg konon akan dirobohkan dan dijadikan Mal. sangat disayangkan jika bangunan tersebuit berubah dan tdk ada lagi sisa2 sejarah kota ini.

Apakah usia kota Surabaya yg sudah 714 tahun ini, tidak memiliki sejarah yg panjang?
Jika semua bangunan lama beralih fungsi menjadi bangunan modern apakah bisa dipercaya jika usia kota ini sdh 700 tahun?
Bukannya baru 10 tahun???
Lihat saja bangunan2 yg ada dikota ini yg amburadul dan kesannya tidak tertata dengan rapi.

Jika dibandingkan dng di luar negeri, ada perbedaan yg jelas antara kota lama dengan kota baru.
Dikawasan kota lama, bentuk asli dan budaya setempat tetap dipertahankan. Kalaupun diperbaiki, hanyalah beberapa bagian saja tanpa mengurangi kemegahan jaman dahulu. Paling2 hanya renovasi bagian yg sdh rusak. itupun tanpa mengubah bentuk bangunan yg ada.
Akan tetapi di kawasan kota lama di Surabaya, ada bangunan yg rasanya kurang cocok dan tidak pada tempatnya yaitu adanya bangunan Jembatan Merah Plaza yg berdiri dng megah diantara bangunan2 kuno.

Akan tetapi saya salut dengan keberadaan hotel Ibis yg tetap mempertahankan bentuk depannya. Bangunan tambahan berada di belakang (kalo tidak salah) menempati bekas gudang.
Saya sangat salut dengan bangunan PTN XI yg tetap merawat bangunannya. Bahkan menambah bangunan disayap kiri dan kanan dengan bangunan baru yg sama persis dengan bangunan lama. Jika tidak ada keretakan maupun sedikit perbedaan, tdk akan diketahui jika bangunan itu adalah bangunan baru yg dibangun oleh arsitek Indonesia.
Sekarang ini terlihat dengan jelas perbedaannya dimana bangunan lama masih kokoh dan tegak berdiri sedangna bangunan baru kelihatan agak rapuh. Timbul pertanyaan mana yg lebih kuno???
Jika bangunan lama didirikan tahun 1915, bangunan baru tahun 1985. Tapi sdh kelihatan jika yg baru tdk sekokoh yg lama.
Karena saya bukan insinyur bangunan, saya tdk bisa mengomentari lebih jauh ttg kualitas dr bangunan itu sendiri.

Untunglah walikota surabaya sudah sadar dan mulai mengadakan pembenahan tata kota.
Dan membuat SK tentang cagar budaya. Seandainya sejak dahulu sudah dilakukan, maka bangunan bersejarah tdk berubah fungsi menjadi mal. Sangat riskan bukan???

Baru2 ini, ada bangunan bekas penjara yg dijebol. Tapi berkat kesigapan masyarakat dan adanya niat baik dari Pemkot, maka yg sdh dirobohkan itu dibangun kembali. Salut buat masyakarat dan Pemkot yg mau membenahi.